Finally,......., akhirnya satu lagi cita2 gue tahun ini tercapai, sederhana, "sampe ke puncak salah satu gunung"
HHhahaaa...
Thanks God
Semuanya berawal dari ajakan Roesland (btw keren juga namanya kalo ditulis kayak gini, bisa diartikan tanah tempat kediaman kijang.. hahahahahahaha) untuk nanjak Gunung Gede bareng anak Herbi yang langsung gue iya in, meskipun duit lagi cekak -thanks Ari yang udah minjemin duit 300rb_.
Jumat, 7 November 2014
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, dan masih saja Mr. Robby ngejar gue buat ngeswab di line nya... Arrrggg.., akhirnya dengan jurus ninja gue, terswablah itu line kurang dari 30 menit. Setelah makan dan mandi, tibalah Kijang Super Mr Prans bersama Roesland, Acong, dan Fajar di Pos 1. Apesssssss banget, sudah buru-buru itu kunci motor gue hilang tak berbekas, bukan apa-apa itu sepatu, ponco, sama Jaket gue ada di dalam bagasi motor #.. Asemmmmmmmmmmmm. Untunglah siangnya ada paket JNE berisi jaket PU dari Kang Iman. Singkat kata berangkatlah kami menjemput Mr Didin, dan Bang Cungkring (alias Ninanya Ophet alias Ade Mulyana). Masalah sepatu gue belum terpecahkan, mana ada coba toko sepatu buka jam 10 malam! Mana kata Roe harus pake sepatu lagi pas di pos pemeriksaan... Arrrrggg kunci sialan. Masuk Tol Cibubur, sepanjang jalan gue masih berpikir keras gimana cara dapatin sepatu... Sampai akhirnya di jalan tol gue liat ada plang EXIT TOL CITEUREUP, tingggg terpikirkan satu nama "Andro". Dan masalahpun terpecahkan dalam 3 menit, gue bisa tersenyum sumringah... hhhaaa
Sabtu, 8 November 2014
01.30 AM
Kami tiba di parkiran Cibodas. Setelah urusan SIMAKSI, packing, dan makan selesai kami pun mulai mendaki.
Friday, November 21, 2014
Wednesday, September 3, 2014
Dinginnya Dieng, Sebuah catatan kecil Dieng Culture Fest 2014 (Part 2 of 3)
Minggu, 31 Agustus 2014
Pukul 3 dini hari saya terbangun sendiri oleh alarm alami tubuh. Disamping saya masih tertidur pulas Tyas dan Bayu. Teringat kata Mas tom untuk mempersiapkan diri menaiki bukit Pakuwojo untuk hunting sunrise, saya pun mulai melihat keadaan homestay, dan saya menemukan hanya saya sendiri yang terbangun. Khawatir semuanya tertidur, saya mencoba mengontak Mas Tom, nomor HP nya tidak aktif. Selagi saya menunggu, Bayu terbangun kemudian tertidur lagi. Sekali lagi saya mencoba menemukan mas Tom di antara yang tertidur lelap, nihil. Akhirnya saya memilih membuat secangkir kopi dan menyundut rokok sebatang. Tak lama terdengarlah suara panci dan peralaan masak lain beradu di dapur yang ternyata berasal dari Ibu pengelola home stay yang sedang menyiapkan sarapan. Sesekali saya mencoba keluar ke balkon atas, tak lama, dinginnya lantai dan udara dini hari itu yang turun hingga 3* C sudah cukup memaksa saya kembali ke dalam. Pukul 04.00 akhirnya terdengar suara azan Subuh dari berbagai arah tanda fajar sudah mulai merekah. Pupus sudah harapan untuk hunting sunrise kali ini. saya pun kemudian mempersiapkan kamera sekedar mengabadikan suasana subuh yang damai ini.
Tak lama kemudian satu per satu anggota group terbangun. Oleh mas Tom, kami diajak untuk berjalan sekeliling melihat suasana pagi ini. Kami kembali ke area sekitar digelarnya jazz di atas awan semalam, masih terlihat sisa sisa sampah yang ditinggalkan, sayang. Kami juga mendapati kristal-kristal es yang menempel pada rerumputan, terbayang sejauh mana suhu turun tengah malam tadi.
Kecuali bagi yang memang sudah terbiasa dengan suhu dingin -seperti mbak leli yang selama di Dieng hanya mengenakan celana 3/4. ckkk…,-perlengkapan seperti kupluk, kaos kaki, sarung tangan, dan jaket tebal, wajib digunakan. Puas berfoto, saya, icha, Tama, Lingga, Mbak Ine, Mbak Zae, dan Mas Seno (CMIIW, hhhaa), meneruskan berjalan kaki ke Telaga Warna. Masuk ke Telaga warna cukup dengan menunjukkan ID Card VIP. Sekali lagi kami mengabadikan syahdunya telaga warna ini dalam foto-foto.
Tak lama kami berada di telaga warna, selain karena perut yang sudah kelaparan, kami juga harus bersiap mengikuti prosesi adat pencukuran rambut gimbal yang menjadi punjak dari acara Dieng Culture Festival ini.
Pukul 3 dini hari saya terbangun sendiri oleh alarm alami tubuh. Disamping saya masih tertidur pulas Tyas dan Bayu. Teringat kata Mas tom untuk mempersiapkan diri menaiki bukit Pakuwojo untuk hunting sunrise, saya pun mulai melihat keadaan homestay, dan saya menemukan hanya saya sendiri yang terbangun. Khawatir semuanya tertidur, saya mencoba mengontak Mas Tom, nomor HP nya tidak aktif. Selagi saya menunggu, Bayu terbangun kemudian tertidur lagi. Sekali lagi saya mencoba menemukan mas Tom di antara yang tertidur lelap, nihil. Akhirnya saya memilih membuat secangkir kopi dan menyundut rokok sebatang. Tak lama terdengarlah suara panci dan peralaan masak lain beradu di dapur yang ternyata berasal dari Ibu pengelola home stay yang sedang menyiapkan sarapan. Sesekali saya mencoba keluar ke balkon atas, tak lama, dinginnya lantai dan udara dini hari itu yang turun hingga 3* C sudah cukup memaksa saya kembali ke dalam. Pukul 04.00 akhirnya terdengar suara azan Subuh dari berbagai arah tanda fajar sudah mulai merekah. Pupus sudah harapan untuk hunting sunrise kali ini. saya pun kemudian mempersiapkan kamera sekedar mengabadikan suasana subuh yang damai ini.
Tak lama kemudian satu per satu anggota group terbangun. Oleh mas Tom, kami diajak untuk berjalan sekeliling melihat suasana pagi ini. Kami kembali ke area sekitar digelarnya jazz di atas awan semalam, masih terlihat sisa sisa sampah yang ditinggalkan, sayang. Kami juga mendapati kristal-kristal es yang menempel pada rerumputan, terbayang sejauh mana suhu turun tengah malam tadi.
Kecuali bagi yang memang sudah terbiasa dengan suhu dingin -seperti mbak leli yang selama di Dieng hanya mengenakan celana 3/4. ckkk…,-perlengkapan seperti kupluk, kaos kaki, sarung tangan, dan jaket tebal, wajib digunakan. Puas berfoto, saya, icha, Tama, Lingga, Mbak Ine, Mbak Zae, dan Mas Seno (CMIIW, hhhaa), meneruskan berjalan kaki ke Telaga Warna. Masuk ke Telaga warna cukup dengan menunjukkan ID Card VIP. Sekali lagi kami mengabadikan syahdunya telaga warna ini dalam foto-foto.
Tak lama kami berada di telaga warna, selain karena perut yang sudah kelaparan, kami juga harus bersiap mengikuti prosesi adat pencukuran rambut gimbal yang menjadi punjak dari acara Dieng Culture Festival ini.
Tuesday, September 2, 2014
Kartu kredit = Kartu setan???
Pernah dengar teman yang berkata..
"semoga gua gak pernah terjebak punya kartu kredit"
"Kartu kredit? wah siap-siap pusing bayar utang lu.."
Jadi Kesannya kartu kredit itu akan membuat yang punya bakal terlilit hutang 11 turunan, jangan sekali-kali berurusan dengan yang namanya kartu kredit ini, lue bakal menderita sakit kepala berkepanjangan jika punya kartu kredit, dll...
"semoga gua gak pernah terjebak punya kartu kredit"
"Kartu kredit? wah siap-siap pusing bayar utang lu.."
Jadi Kesannya kartu kredit itu akan membuat yang punya bakal terlilit hutang 11 turunan, jangan sekali-kali berurusan dengan yang namanya kartu kredit ini, lue bakal menderita sakit kepala berkepanjangan jika punya kartu kredit, dll...
Subscribe to:
Posts (Atom)