Setelah sekian lama bekerja, 11 tahun tepatnya,
akhirnya pada April 2019 ini, Alhamdulillah, salah satu keinginan untuk
menempati rumah sendiri (meskipun masih harus mencicil ke bank karena diagunkan
untuk KPR) semakin dekat setelah serah terima kunci rumah pada tanggal 16 April
yang lalu.
Yah, sudah 11 tahun ternyata.
Dimana hasil kerja dari 2008 – 2014 sepenuhnya digunakan untuk bertahan hidup
di rantau sambil menempuh kuliah agar menjadi lebih pinter. Kuliah yang astaga,
teringat kisah pilu harus cuti kuliah 1 semester karena tidak ada biaya saat
mau UTS, menerjang jalur gelap dari Marunda Center ke Cikarang via CBL selama
hampir 1 tahun, kuliah yang selesai juga setelah pindah kerja 2 kali… Aih…
sambil sedikit sedikit berusaha membahagiakan keluarga…, Alhamdulillah..
Kembali ke rumah, sebenarnya saat
setelah lulus kuliah di pertengahan 2014 dan bekerja di Cibitung, sudah
terpikir untuk mencicil rumah subsidi. Didorong oleh boomingnya promo rumah
subsidi saat itu yang cicilannya flat per bulan mulai 700 ribuan bahkan ada
yang kurang dari itu. Jika dipikir-pikir, dibandingkan dengan biaya kos
perbulan sekitar 500 ribuan, hanya
dengan menambahkan biaya sekitar 200 ribuan sudah bisa memiliki rumah subsidi
ukuran 36 / 60 atau 36/72 - tentunya diluar biaya listrik dan air - sangat
menggiurkan. Jadilah akhirnya selama beberapa waktu dihabiskan untuk survey
beberapa perumahan baru di daerah cikarang, cibitung, dan bekasi, namun semakin
banyak yang disurvey semakin tidak nampaklah realisasinya. HIngga akhirnya saya
kembali pindah kerja untuk ketiga kalinya dan pindah kosan dari bekasi ke
kelapa gading setelah tinggal di kosan tersebut sekitar 5 tahun lamanya.
Ketika mulai sibuk kerja di
tempat baru dan hampir terlupalah keinginan
untuk membeli rumah, akhirnya pada suatu hari sekitaran November 2016 saya dihubungi oleh Mbak Desi, teman kos di Bekasi menanyakan kalau ada minat
untuk membeli rumah. Pertanyaan ini langsung saya sambut dengan kata Ya. Akhirnya
Saya, Desi, dan Adnan -teman kosan lainnya yang berhasil diajak Mbak Desi-
surveylah ke lokasi perumahan yang diinformasikan.
Perumahan Victoria Permai,
dibawah developer Metroland, itulah nama perumahannya.
Yang mana bukan
perumahan subsidi. Saat itu rumah yang ditawarkan ada 3 type, 27/60, 36/72, dan
42/90. Dari saat simulasi cicilan perbulan, ternyata yang paling masuk dengan
profil pemasukan adalah yang paling kecil, type 27/60 dengan ukuran tanah lebar
5 meter dan panjang 12 meter. Harga jualnya sendiri saat itu adalah 285 juta
rupiah. Dari simulasi saat itu,
cicilannya diperkirakan akan
sebesar 2.3 jutaan per bulan selama 15 tahun, sangat jauh jika
dibandingkan dengan cicilan rumah subsidi. Namun hal yang membuat saya tertarik
saat itu adalah DP sebesar 10% dari harga rumah dapat diangsur selama 19 bulan.
Ya, memang saat mencari rumah sebelumnya, saya selalu terbentur masalah DP,
karena saya pun tidak memilki dana tunai sebesar itu, dan jika memaksakan
berhutang untuk DP, maka dipastikan pengeluaran per bulan akan jebol karena ada
2 cicilan yang harus dibayar, belum lagi pengeluaran lain-lain.
Fasilitas cicilan DP ini tersedia
karena perumahan ini belum ada wujudnya saat itu, masih berupa gambar di brosur
dan layout di atas kertas. Sehingga saat survey lokasi, kami hanya menemui
hamparan sawah hijau, satu-satunya yang menandakan akan dibangun perumahan
hanyalah berupa spanduk yang terbentang.
27 Nov 2016. Survey lokasi |
Layout Perumahan |
Setelah pertimbangan yang cukup
lama, akhirnya kami bertiga memutuskan untuk mengambil perumahan disitu dengan
type paling kecil, now or never, meskipun akhirnya setelah beberapa
pertimbangan saya mengambil type 27/60 dengan kelebihan tanah di belakangnya
sepanjang 4.8 meter (tanah variable).
Brosur perumahan. |
Per Desember 2016, saya mulai
membayarkan cicilan DP, dimana dijanjikan setelah 19 bulan (sekitar Juli 2018),
fisik bangunan sudah dapat diserah terimakan bersamaan dengan lunasnya DP dan
akad kredit dilakukan. Janji yang akhirnya molor hingga terealisasi di April
2019 ini. Sepanjang periode mencicil dan menunggu itu, sangat sering saya
menyempatkan mengunjungi lahan proyek namun berkali-kali hanya sawah yang
didapat, rasa tidak percaya sempat mencuat, namun semua terjawab di bulan
–bulan akhir 2017 saat pekerjaan penimbunan mulai dilakukan, sampai akhir ya
terlihatlah bentuk rumah yang dijanjikan.
10 Dec 2017. Pengerjaan pengurukan tanah |
1 Mei 2018. Rupa bangunan mulai tampak |
1 Juni 2018 |
12 Agustus 2018. Atap sudah terlihat |
23 September 2018. Tembok sudah diplester. |
20 Nov 2018. Tampak depan, jendala sudah terpasang dan pengerjaan tembok belakang juga sudah dimulai |
Mio selalu setia menemani |
05 Januari 2019. Listrik sudah terpasang namun PDAM belum tersambung. |
16 April 2019. 30 menit sebelum serah terima. Listrik dan Air sudah terpasang sempurna. |
Jalan depan rumah. Lebar 5 meter, sudah diukur. |
Dokumentasi serah terima unit. |
Saat serah terima, saya melihat
semua spesifikasi bangunan sesuai dengan yang dijanjikan. Begitu juga dengan
listrik dan air PDAM yang sudah lancar mengalir ke dalam rumah. Tembok bangunan
meskipun bukan bata merah, namun menggunakan hebel, bukan batako yang kopong
dalamnya. Kabel antenna televise sudah tersedia dan terinstall juga soketnya di
dinding, septic tank menggunakan system biofiller yang diclaim bebas perawatan,
cukup menambah biomassa bakterinya setiap 6 bulan, kamar mandi sudah terpasang
rapih dengan kloset duduk (merk American standard) beserta showernya. Jalan
depan rumah sudah rapih dengan konstruksi beton dengan lebar 5 meter, lampu
penerangan jalan sudah terpasang baik pula.
Dari sinilah saya melihat
perbedaan kualitas rumah full komersil dan subsidi. Jika dari pengalaman dan
informasi teman-teman yang mengambil rumah subsidi memang dari segi cicilan
lebih ringan, namun ternyata ada yang temboknya belum diplester, keramik belum
terpasang, ada pula yang lampu jalan dalam perumahan harus gotong royong pemasangannya, harus
membuat sumur bor sendiri, banyak yang septic tank harus diperbesar dahulu,
jalan depan rumah masih tanah, bahkan pernah saya alami sendiri tinggal di
rumah yang keramiknya bisa berbeda-beda motifnya. Akhirnya banyak yang harus
dilakukan renovasi sana-sini. Ujung-ujungnya tidak dapat langsung dihuni dan
memakan banyak lagi biaya, meskipun memang cicilannya sangat jauh lebih
terjangkau, sesuai tujuan awal pembuatan rumah subsidi itu sendiri. Pemerintah
memang punya tujuan baik, sangat baik, hanya developernya yang mungkin
kebablasan.
Kembali ke rumah saya, karena ukurannya yang mini, mungkin dalam
skala bukan small lagi, tapi tiny, rumah yang ukurannya dapat mewakili ungkapan
RSSSS, rumah sangat sederhana selonjoranpun susah. Yah, ukuran dalam kamar
utama saja hanya 3.1 m x 2.38 m, ruang tamu 1.5 m x 2.57 m, kamar mandi 1.5 m x
1.34m, kamar kedua 2.38 m x 2.9 m. Dapurnya sendiri, sama seperti rumah
terjangkau lainnya, konsep terbuka, alias dapur ditempatkan pada bagian
belakang yang tidak atasnya hanya tertutup atap tapi belakangnya plong ke
pagar. Jadi tetap saja harus melakukan renovasi sebenarnya, sebuah pilihan yang
telah disadari diawal saat pemilihan rumah.
Once again, Alhamdulillah,
tantangan selanjutnya adalah membayar cicilan per bulan selama 15 tahun yang
jumlahnya 3 jutaan per bulan, sambil memanfaatkan ruang yang ada saat ini,
sambil menunggu guyuran rejeki dari Tuhan untuk renovasi sambil juga
mempersiapkan dana dan mental untuk me-ni-kah… that’s another story…
Mau tanya mas selama masa tunggu pembangunan masih nyicil untuk tambah dp atau enggak mas
ReplyDeleteMahal bukan yaa untuk ukuran 27/60 cicilan 3 jutaan per bulan selama 15 tahun
ReplyDeleteIya mas, lumayan mahal. Tanahnya ada kelebihan jadi total 85m2. Oiya untuk perumahan ini masuknya komersil jadi tidak dapat subsidi.
DeleteMasih nyicil mas, sampai dp nya 10% dari harga jual jual. Maaf jarang buka blog
ReplyDeleteWah selamat atas rumah pertamanya kak. Terimakaish untuk sharingnya sangat bermanfaat bagi yang baru mau membelli rumah pertamanya juga.
ReplyDeleteTerimkaasih untuk sharingnya kak, dapat dijadikan pembelajaran untuk yang baru mau membeli rumah pertamanya nih!
ReplyDelete