Well itulah realitas yang saya alami saat ini. Hal ini sudah saya sadari lebih awal sebenarnya dan tulisan ini untuk mengingatkan saya kembali.
Okey, memang ada banyak jenis investasi, bisa berupa saham, reksadana, logam mulia, properti, dsb. Namun pendidikan juga saya anggap investasi. So dari awal bekerja di 2008 hingga 2014, sebagian besar penghasilan yang saya terima dari bekerja saya alokasikan untuk membiayai pendidikan saya perguruan tinggi, hasilnya adalah pelajaran berharga, kawan, koneksi, dan gelar akademis yang akhirnya bisa saya gunakan kembali untuk bargain posisi di dunia kerja.
Namun pada kenyataannya, setelah lulus kuliah - yang mana seharusnya pos pengeluaran untuk pendidikan sudah berkurang dan secara teori bisa menabung - hingga akhir 2015 pun saya tetap tidak punya tabungan dan bahkan semakin terpuruk dengan hutang. Baru pada akhir 2016 ini kondisi keuangan , hahahhaha bahasanya, saya cenderung membaik. Alhamdulillah.
Untuk memperbaiki dan membalikkan kondisi tersebut ini hal yang saya lakukan:
1. Menetapkan target
Dari belajar dan membaca tips-tips keuangan yang bertebaran di website, saya akhirnya menetapkan target harus punya tabungan dana darurat minimal 3x pengeluaran pokok per bulan plus Rp. 0 utang.
2. Stop utang baru, lunasi yang ada, dan tutup pintu-pintunya
Pada awal 2016 saya mulai berjuang melunasi selurh hutang, baik hutang KTA maupun Credit Cards. Untuk melunasinya saya menghidari berutang lagi. Saat ini saya sudah berhasil melunasi KTA, menutup 1 dari 3 CC yang saya miliki, dan sedang proses untuk penutupan CC kedua. Kedepannya saya hanya mempertahankan 1 CC untuk kepentingan darurat.
3. Membuat rencana cash in - cash out
Pada pekerjaan saat ini, tipa bulannya saya dan team membuat rekap atas pemasukan dan pengeluaran serta prediksi atas kondisi kedepan. Hal itu membuat saya berfikir, mengapa saya tidak membuat untuk saya sendiri.
Akhirnya saya membuat tabel excel yang berisi pos pemasukan dan pos pengeluaran, budget dan aktualnya, hingga 2018. Ya hingga 2018. Hal ini banyak membantu saya mengontrol dan merencanakan pengeluaran agar tidak minus di akhir bulan.
4. Kontrol atas pengeluaran
Terinspirasi dari tulisan yang dishare teman di LinkedIn, saya akhirnya menginstall aplikasi Monefy, yang berguna untuk mencatatkan segala pengeluaran saya dalam 1 bulan. Sangat membantu, dan akhirnya saya upgrade ke versi pro. Mungkin agak berlebihan untuk setiap pengeluaran kita membuka aplikasi dan mencatatkannya, tapi demi mendapatkan gambaran aktual pengeluaran ya sudahlah. Lagipula jika dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan untuk membuka sosmed, sekedar stalking mantan update status atau lebih parahnya menyebar hoax, proses ini jauh lebih bermanfaat. Dan pertanyaan uang habis dipakai buat apa bisa terjawab.
5. Kebutuhan vs Keinginan
Saya menginginkan berangkat kerja dengan motor CBR atau Ninja, namun ternyata yang saya butuhkan ternyata cukuplah sebuah motor Mio hitam milik sendiri yang sudah lunas. See? daripada mengejar keinginan dan ujung-ujungnya berutang, saya memilih memenuhi kebutuhan.
6. Tetap berbagi
Kontrol ketat pengeluaran bukan berarti menjadi pelit, jika ada kewajiban untuk menyisihkan harta maka tetap dilakukan, caranya dengan tidak menganggapnya sebagai pengeluaran namun sudah menghitungnya di awal dan gaji bersih yang dialokasikan untuk budget sudah dikurangi pos ini.
Mungkin terlihat menyiksa dan merepotkan, namun demi menghidari stress berkepanjangan akibat utang, it's worth it.
No comments:
Post a Comment