Wednesday, September 3, 2014

Dinginnya Dieng, Sebuah catatan kecil Dieng Culture Fest 2014 (Part 2 of 3)

Minggu, 31 Agustus 2014

Pukul 3 dini hari saya terbangun sendiri oleh alarm alami tubuh. Disamping saya masih tertidur pulas Tyas dan Bayu. Teringat kata Mas tom untuk mempersiapkan diri menaiki bukit Pakuwojo untuk hunting sunrise, saya pun mulai melihat keadaan homestay, dan saya menemukan hanya saya sendiri yang terbangun. Khawatir semuanya tertidur, saya mencoba mengontak Mas Tom, nomor HP nya tidak aktif. Selagi saya menunggu, Bayu terbangun kemudian tertidur lagi. Sekali lagi saya mencoba menemukan mas Tom di antara yang tertidur lelap, nihil. Akhirnya saya memilih membuat secangkir kopi dan menyundut rokok sebatang. Tak lama terdengarlah suara panci dan peralaan masak lain beradu  di dapur yang ternyata berasal dari Ibu pengelola home stay yang sedang menyiapkan sarapan. Sesekali saya mencoba keluar ke balkon atas, tak lama, dinginnya lantai dan udara dini hari itu yang turun hingga 3* C sudah cukup memaksa saya kembali ke dalam. Pukul 04.00 akhirnya terdengar suara azan Subuh dari berbagai arah tanda fajar sudah mulai merekah. Pupus sudah harapan untuk hunting sunrise kali ini. saya pun kemudian mempersiapkan kamera sekedar mengabadikan suasana subuh yang damai ini.
 IMG_3828 IMG_3830 IMG_3825IMG_3836
Tak lama kemudian satu per satu anggota group terbangun. Oleh mas Tom, kami diajak untuk berjalan sekeliling melihat suasana pagi ini. Kami kembali ke area sekitar digelarnya jazz di atas awan semalam, masih terlihat sisa sisa sampah yang ditinggalkan, sayang. Kami juga mendapati kristal-kristal es yang menempel pada rerumputan, terbayang sejauh mana suhu turun tengah malam tadi.
IMG_3841 IMG_3845 IMG_3855 IMG_3866
Kecuali bagi yang memang sudah terbiasa dengan suhu dingin -seperti mbak leli yang selama di Dieng hanya mengenakan celana 3/4. ckkk…,-perlengkapan seperti kupluk, kaos kaki, sarung tangan, dan jaket tebal, wajib digunakan. Puas berfoto, saya, icha, Tama, Lingga, Mbak Ine, Mbak Zae, dan Mas  Seno (CMIIW, hhhaa), meneruskan berjalan kaki ke Telaga Warna. Masuk ke Telaga warna cukup dengan menunjukkan ID Card VIP. Sekali lagi kami mengabadikan syahdunya telaga warna ini dalam foto-foto.
IMG_3873 IMG_3888 IMG_3892

Tak lama kami berada di telaga warna, selain karena perut yang sudah kelaparan, kami juga harus bersiap mengikuti prosesi adat pencukuran rambut gimbal yang menjadi punjak dari acara Dieng Culture Festival ini.

Tuesday, September 2, 2014

Kartu kredit = Kartu setan???

Pernah dengar teman yang berkata..
"semoga gua gak pernah terjebak punya kartu kredit"
"Kartu kredit? wah siap-siap pusing bayar utang lu.."

Jadi Kesannya kartu kredit itu akan membuat yang punya bakal terlilit hutang 11 turunan, jangan sekali-kali berurusan dengan yang namanya kartu kredit ini, lue bakal menderita sakit kepala berkepanjangan jika punya kartu kredit, dll...

Monday, September 1, 2014

Dinginnya Dieng, Sebuah catatan kecil Dieng Culture Fest 2014 (Part 1)

Dimana tempat terdingin di Indonesia? Hmm.. Awalnya saya hanya mengetahui Puncak Jaya, Papua, dengan es abadinya. Namun ternyata dari ngobrol dengan mas penjual makanan langganan, saya tahu tempat lagi yang namanya Dieng, sebuah desa yang dapat ditempuh sekitar 40 menit perjalanan dari kota Wonosobo, yang juga dijuluki Desa Di Atas Awan karena terletak di ketinggian >2000 mdpl.

Setelah browsing sana-sini ketemulah acara Dieng Culture Festival. Sebuah festival budaya tahunan yang diadakan di Dieng, dengan acara puncaknya yaitu ritual pencukuran rambut gembel. Nah, ini dia. Sebuah acara yang harus saya hadiri, setelah tahun 2013 saya melewatkan acara ini.

Map picture

#DCF 5

Rangkaian acara DCF ke 5 ini dimulai dari tanggal 30-31 Agustus 2014. Jauh hari sebelum acara ini saya bergabung dengan sebuah group yang akan mengadakan trip ke Dieng ini. Sebuah group yang beranggotakan anak-anak muda yang gemar menjelajah keindahan negeri ini, dari 20 lebih anggota group ini hanya 1 yang saya kenal mariza (icha) teman kos saya, dan Lingga yang tempat tinggalnya dekat di Tambun. Inilah seninya berlibur bersama menikmati keindahan Indonesia dan menambah teman baru dari berbagai daerah.

 

Jumat, 29 Agustus 2014

Saya dan Icha bergegas menuju Meeting Point untuk bertemu dengan teman yang berangkat dari Stasiun Senen. Dari Stasiun Senen kami bertujuh menaiki kereta Progo kelas ekonomi seharga 50.000 menuju Meeting Point di Stasiun lempuyangan Jogjakarta. Dari Stasiun Lempuyangan inilah kami akan berangkat dengan menggunakan bus langsung menuju Dieng. Dari Stasiun Senen kereta berangkat pukul 22.30 dan tiba di Stasiun Lempuyangan pukul 06.50. Ini pertama kali saya naik kereta ekonomi AC. Dalam sebuah gerbong dengan kursi plastik dengan sandaran tegak formasi seat 2 – 3 dan berhadap-hadapan. Bersiaplah beradu lutut dengan penumpang di depan. Ya ya ya.. ada harga ada barang. Just enjoy the journey..

 

Sabtu, 30 Agustus 2014

Kami akhirnya bertemu dengan anggota group yang lain di Stasiun lempuyangan. Setelah berkenalan, dan sedikit mengisi perut dengan makanan hangat seadanya kami berangkat menuju Dieng sekitar pukul 8. Sepanjang perjalanan kami dihadang oleh 2 karnaval memperingati 17 agustus.. hhhaaa. Satu karnaval di Kab. Sleman, dan satu karnaval lagi di Kab. Wonosobo dekat Dieng. Perjalanan kami akhirnya molor sekitar 3 jam karena karnaval ini. Pada karnaval ke dua, banyak yang memutuskan untuk turun dari bus dan berjalan kaki menuju tempat peristirahatan pertama di Gardu Pandang, termasuk saya dan Icha. Selain karena sudah masuk daerah pegunungan sehingga udaranya  sejuk (termometer yang saya bawa menunjukkan suhu 15* C), menikmati karnaval ternyata bukan ide yang buruk hahay...

 

IMG_3722 IMG_3707 IMG_3708 IMG_3719

Di Gardu Pandang (> 1800 mdpl) kami mengisi perut yang sudah sangat kelaparan dengan Mie Ongklok dan teh hangat. Dari Gardu Pandang kami melanjutkan perjalanan ke  Desa Wisata Dieng, sampai disana guide kami (Mas Tommy) melakukan registrasi. Dengan 175 ribu, kami mendapatkan goodie bag berisi tiket VIP (dapat menyaksikan prosesi pencukuran rambut lebih dekat dan bebas masuk telaga warna), satu t-shirt, satu kain batik, satu lampion, satu jagung, satu tiket masuk kawah sikidang, dan beberapa panduan wisata.

Setelah registrasi kami langsung dibawa menuju kawah Sikidang. Suhu semakin turun hingga mencapai 10* C.

IMG_3740 IMG_3746 IMG_3755  IMG_3759

 

Dari Sikidang kami menuju home stay yang sudah dipesan mas Tommy. Thanks Mas Tom, the home stay is amazingly big, clean, and has easy access to the venue. Di home stay kami makan malam, dan saya mencoba mandi tanpa menggunakan air hangat. dan… hhaa saya hanya kuat mandi sebanyak 4 gayung saja… Benar-benar dingin.

IMG_3948 IMG_3764 IMG_3903

Rangkaian acara malam ini adalah pertunjukan jazz di atas awan, kembang api dan pelepasan lampion. Di tengah suhu yang terus turun hingga 7* C, ratusan atau bahkan mungkin ribuan wisatawan dan warga lokal  memadati area pelaksanaan acara. Tak lupa kami menuliskan harapan kami pada wish lampion ini. Tama yang ingin cepat lulus, Dirthon yang ingin kerja di Nokia, dan beragam keinginan kami tuliskan di lampion ini. Kembang api diluncurkan, lampion diterbangkan, music jazz mengiringi, sungguh indah malam ini.

  IMG_3781  IMG_3770IMG_3785IMG_3792 IMG_3802 IMG_3805   

Pukul 24 tepat kami kembali ke homestay, mempersiapkan diri untuk acara esok hari, mendaki bukit pakuwojo dan menikmati golden sunrise (rencananya…)