Monday, October 31, 2011

Aku mengakhiri kebingunganku tentang shalat tarawih

Dari dulu ane selalu dibingungkan tentang jumlah rokaat sholat tarawih, 8 atau 20???? Sejak dulu juga ane mengamalkan yang 8 rokaat berjamaah, mesjipun pernah juga membaca keterangan yang merojihkan pendapat yang 20 rokaat di buku 40 masalah agama…
Alhamdulillah, kebimbangan itupun hilang romadon tahun ini, setelah mendapat penjelasan dari ustad dadang hhehe…
Jadi begini,..
Pada jaman Rosulullah SAW sholat tarawih belum dikenal, atau mudahnya tidak diberi nama sholat tarawih, penamaan ini baru muncul pada masa kemunculan ilmu fiqih, demikian juga pada saat itu sholat-solat seperti sholat ba’diah dan qobliah belum dinamakan. Penamaan oleh para ahli fiqh tak lain bertujuan untuk memudahkan kita…
Lanjut,
Sehingga yang dimaksud dengan sholat tarawih tak lain dan tak bukan adalah sholat malam equal to qiyamul lail yang dilaksanakan pada bulan romadhon, jadi bedanya pada waktu pelaksanaannya saja. Diluar romadhon dinamakan qiyamul lail biasa tapi pada bulan romadhon dinamakan sholat tarawih.
Jadi berapa rokaat dong???
Nah, qiyamul lail itu tidak ada batasan rokaatnya unuk dikerjakan, boleh semampunya. Jadi demikian pula dengan sholat tarawih kita, tidak ada batasan rokaatnya.
Trus, kenapa sekarang yang terkenal dan umum dilaksanakan adalah 8 dan 20 rokaat( plus 3 witir)?
Nah, kata tad dadang, yang dilaksanakana rosul yang kemudian dilihat oleh para sahabat adalah 11 rokaat, dan itupun bukan sholat tarawih melainkan witir. Penjelasannya sangat jelas di kitab ( ane lupa apa, tapi kalo ga salah di bulughul marom),…… dan memang untuk sholat witir batasan maksimalnya adalah 11 rokaat.
Kemudian kenapa ada 20 rokaat, nah itu adalah pada masa khulafaur rasyidin (hehhe lagi-lagi ane lupa waktu holifahnya siapa.. maap), ketika umat semakin banyak dan islam tersebar luas, dimasa itu pada saat romadhon orang-orang pada sholat lail sendiri-sendiri di masjid. Kemudian oleh kholifah dipikirkan alangkah baiknya kalo berjamaah, maka dikumpulkanlah para jamaah. Kemudian ditanya berapa rokaat mereka sholat, ada yang jawab 100 rokaat, bervariasi, tapi kebanyakan 60 dan 80 rokaat. Kemudian ditanya siapa yang paling sedikit, akhirnya ada yang menjawab 20 rokaat. Nah, dari situlah disepakati jumlah rokaat untuk berjamaah adalah 20 (ngambil yang paling sedikit, mungkin untuk member keringanan jadi semua bisa ikut).. okeeeeeeeeeee….
Jadi kesimpulannya????
Kalau saya sih, terserah mau 8 atau 20, karena untuk qiyamul lail ga ada batasan maximalnya, kecuali witirnya yang maksimal 11 rokaat. Akhirnya…………..

Ang ciu, nasi goreng, bakmi goreng, dan muslim

Setelah lama ditunggu akhirnya abang penjual nasi dan bakmi goreng Surabaya langgananku buka kembali. Dengan semangat saya dan adnan memesan nasi goreng dan bakmi goreng. Namun tiba-tiba dengan tak sengaja mata saya langsung tertuju pada botol-botol saus yang berderet di gerobak, dan alangkah kagetnya ketika saya mendekat dan membaca salah satu label botol tersebut, “ANG CIU sari tapai”,
Wah… saat itu juga saya teringat artikel yang pernah saya baca beberapa tahun yang lalu tentang keharaman ang ciu. Baru kali ini saya melihat wujud asli ang ciu tersebut dalam hidup saya. Seketika juga kupanggil adnan dan memperlihatkannnya botol tersebut, dia juga tampak kaget dan langsung mengawasi gerak-gerik si abang nasi goreng. Karena penasaran, saya pun langsung googling lewat hp, dan ternyata benar ang ciu tak lain adalah arak merah jika diterjemahkan dalam bahas Indonesia dan memang haram sekaligus najis. Dug..dug.. jadi selama ini ane makan makanan yang dicampur najis dong, minimal dimasak dengan panci yang dipakai juga buat barang najis… huah.. ternyata oh ternyata. Saya dan adnan pun berjanji untuk tidak membeli dari abang itu lagi, tidak terpikirkan saat itu untuk memberi tahu atau sekedar bertanya pada abangnya kenapa pake ang ciu, jangan-jangan ia tidak tahu status haramnya. Padahal oh padahal, abang itu saya tahu muslim, trus pernah juga gerobaknya ditinggal untuk sholat berjamaah….
Dan kejadian yang sama terulang malam ini, kali ini saya sendirian. Setelah berkeliling, pilihan saya jatuh pada warung nasi goreng dan bakmi Surabaya juga, tapi yang jualan lain. Abangnya pake peci, janggutnya dipelihara, celananya diatas mata kaki, istrinya jilbaban rapi dan pake kaos kaki, anaknya dua, satu cowok satu cowok, yang cewek masih kecil pake kerudung juga. Kalo mas adnan manggilnya pak aji. Yah, bagi saya dengan penampilan seperti itu memberikan sedikit jaminan kalo abangnya pasti masak makanan halal dan toyyib. Satu porsi nasi goreng pun ku pesan. Sambil menunggu, saya iseng memperhatikan botol-botol bumbu di gerobang, dan saya terkejut kembali! Ada satu botol yang dilabeli kertas putih dengan tulisan merah ada huruf cinanya dan ada alphabet latin bertuliskan “sari tapai”. Wah… ini mah sama saja dengan ang ciu yang saya lihat kemarin malam. Dengan agak ragu, panik, saya menghampiri si abang dan bertanya,
“Pak itu masakannya pake ang ciu ya?”
“nggak, kenapa mas? Mau pake?” jawab si abang
“nggak..nggak..” jawabku cepat.
Saya pun terdiam, ini abang tau gak ya kalo tuh ang ciu haram????. Akhirnya satu porsi nasi goreng itu kuhabiskan. Saat membayar saya sempatkan bertanya pada istri abangnya
“Bu, maaf boleh nanya gak?”
“iya, kenapa?”
“Bu, itu kok masaknya pake ang ciu ya?”
Si ibu bingung dan menoleh ke suaminya yang sedang menyiapkan nasi goreng dan sempat kulihat menambahkan ang ciu ke masakannya. Suaminya pun jawab
“mas tadi gak dipakein, Cuma pake kecap manis sama kecap asin”
Karena si abang jawabnya agak ketus, saya pun malas bertnya dan ngobrol lagi. Akhirnya dengan pelan kukatakan pada istrinya sambil beranjak pergi
“Bukannya itu haram ya Bu?!”. Saya pun tak tahu lagi apa yang terjadi setelahnya.