Saturday, April 20, 2019

Pengalaman membeli rumah pertama, Victoria Permai Babelan


Setelah  sekian lama bekerja, 11 tahun tepatnya, akhirnya pada April 2019 ini, Alhamdulillah, salah satu keinginan untuk menempati rumah sendiri (meskipun masih harus mencicil ke bank karena diagunkan untuk KPR) semakin dekat setelah serah terima kunci rumah pada tanggal 16 April yang lalu.
Yah, sudah 11 tahun ternyata. Dimana hasil kerja dari 2008 – 2014 sepenuhnya digunakan untuk bertahan hidup di rantau sambil menempuh kuliah agar menjadi lebih pinter. Kuliah yang astaga, teringat kisah pilu harus cuti kuliah 1 semester karena tidak ada biaya saat mau UTS, menerjang jalur gelap dari Marunda Center ke Cikarang via CBL selama hampir 1 tahun, kuliah yang selesai juga setelah pindah kerja 2 kali… Aih… sambil sedikit sedikit berusaha membahagiakan keluarga…, Alhamdulillah..
Kembali ke rumah, sebenarnya saat setelah lulus kuliah di pertengahan 2014 dan bekerja di Cibitung, sudah terpikir untuk mencicil rumah subsidi. Didorong oleh boomingnya promo rumah subsidi saat itu yang cicilannya flat per bulan mulai 700 ribuan bahkan ada yang kurang dari itu. Jika dipikir-pikir, dibandingkan dengan biaya kos perbulan  sekitar 500 ribuan, hanya dengan menambahkan biaya sekitar 200 ribuan sudah bisa memiliki rumah subsidi ukuran 36 / 60 atau 36/72 - tentunya diluar biaya listrik dan air - sangat menggiurkan. Jadilah akhirnya selama beberapa waktu dihabiskan untuk survey beberapa perumahan baru di daerah cikarang, cibitung, dan bekasi, namun semakin banyak yang disurvey semakin tidak nampaklah realisasinya. HIngga akhirnya saya kembali pindah kerja untuk ketiga kalinya dan pindah kosan dari bekasi ke kelapa gading setelah tinggal di kosan tersebut sekitar 5 tahun lamanya.
Ketika mulai sibuk kerja di tempat baru dan hampir terlupalah keinginan  untuk membeli rumah, akhirnya pada suatu hari sekitaran November 2016 saya dihubungi oleh Mbak Desi, teman kos di Bekasi menanyakan kalau ada minat untuk membeli rumah. Pertanyaan ini langsung saya sambut dengan kata Ya. Akhirnya Saya, Desi, dan Adnan -teman kosan lainnya yang berhasil diajak Mbak Desi- surveylah ke lokasi perumahan yang diinformasikan.
Perumahan Victoria Permai, dibawah developer Metroland, itulah nama perumahannya.

Friday, December 30, 2016

1 Day Trip Ke Pulau Pari

Untukmu yang berkerja di Jakarta dan hanya dapat jatah libur sehari


Hari libur bagi karyawan itu ibarat jodoh yang selalu ditunggu kedatangannya.., terlebih bagi saya yang hanya dapat jatah libur 1 hari dalam sepekan, di titik ini saya rindu tempat kerja yang dulu bisa libur Sabtu - Minggu.

So, libur sehari ini bisa dimanfaatkan untuk tidur, nganter baju ke loundry, olahraga, atau JALAN-JALAN KE PULAU SERIBU..

Yoiii ke Pulau Seribu bisa dalam 1 hari, tapi ya begitulah , jangan harap bisa snorkling, island hopping, ada acara bakar-bakar, renang-renang santai, tapi kalau untuk sekedar escape from the town, getting fresh air, tidur-tiduran santai di bawah pohon kelapa diiringi hembusan angin pantai berpasir putih, itu sangat bisa.. Let's say it's a fast charging mode for mind.


Saat cuti bersama Natal kemarin, kebetulan Bapak dan Adik saya datang dari Kendari, Bapak juga sekalian mau benchmark pengelolaan pariwisata pulau di Kep. Seribu, jadilah kami bertiga 1 day trip ke P. Pari.


06:00 > Berangkat dari penginapan di Kwitang ke dermaga Kali Adem
06:40 > Tiba di Dermaga Kali Adem
07:27 > Kapal berlayar 
09:20 > Merapat di Pulau Pari








12:45 > Kapal berangkat dari Dermaga Pulau Pari
14:43 > Tiba kembali di Dermaga Kali Adem

Di atas ada historical perjalanan kami kemarin, jadi di kami ada waktu di Pulau Pari selama kurang lebih 3 jam. Singkat sekali ya? tapi jangan salah, kalau di Jakarta, apalagi pas dikejar deadline, waktu 3 jam itu memang bisa terasa 30 menit, tapi di sana entah bagaimana 3 jam itu terasa panjang...

Jadi apa yang bisa dilakukan dalam 3 Jam?
  • Menemani Bapak survey dermaga, penginapan, warung, pengelolaan pantai, fasilitas kebersihan, MCK.
  • Rehat sejenak di Pantai Kresek
  • Tiduran di Hammock di Pantai Bintang
  • Makan siang di Pantai Perawan



















Meskipun singkat, namun sangat lumayan untuk menyegarkan pikiran dan memaksimalkan hari libur.

Biaya :

  • Naik Taksi sampai Jembatan Kali Adem (taksi tidak mau masuk karena takut kabinnya bau) : 60k
  • Naik Bajaj ke Dermaga : 20k
  • Tiket ke Pulau Pari - Kali Adem pp : 90k/orang, sebenarnya ini tiket  ke P. Pramuka, cuma batal karena kejauhan.
  • Sewa Sepeda : 15k
  • Retribusi masuk P. Kresek : 2,5k /orang
  • Retribusi masuk P. Bintang : 2,5k  /orang
  • Retribusi masuk P. Perawan : 2,5k  /orang
  • Makan siang dengan menu Ikan Baronang 1 Kg (3 ekor) + Nasi Putih + 3 Es Teh Manis : 125k
  • Naik odong-odong dari Dermaga keluar Jembatan : 5k/orang
  • Naik Taksi Balik ke Kwitang : 60k



Tips:
  • Pada hari kerja, jadwal kapal, baik dari Pulau maupun dari Kali Adem, hanya sekali berangkat yaitu di pagi hari (info ABK), kalau di hari libur dari Pulau ada yang berangkat siang ke Kali Adem.
  • Sebaiknya langsung bertanya ke ABK ataupun petugas tiket jika ingin naik kapal siang untuk kembali ke Kali Adem, jangan sampai kehabisan tiket, dan membayar langsung ke ABK bisa jauh lebih murah.
  • Untuk berkeliling pulau biar cepat sebaikanya langsung menyewa sepeda.
  • Jangan membwa barang yang tidak perlu, kalau perlu cukup bawa badan saja, toh hanya pp.
  • Jangan sampai ketinggalan kapal


Selamat Beribur....








Saturday, December 3, 2016

Dari Lab ke Logistic

Berubah Haluan

Empat tahun belajar di sekolah kejuruan kimia di Kota Makassar, yang tentunya proporsi belajar kimia dan aplikasi laboratoiumnya lebih besar, sekedar menyebutkan,  kimia dasar, kimia organic, kimia anorganik, analisa gravimetric, analisa volumetric, analisa fisik, analisa mikrobiologi, analisa instrumental, K3 Laboratorium, analisa organoleptik, bahkan pelajaran Bahasa Inggris dimasukkan juga materi kimia yang saya mengucapkan terima kasih Pak Darius, saya jadi lebih mudah mengerti instruksi Kerja yang masih banyak mengambil dari sumber dalam bahasa Inggris. Lulus sekolah tersebut dilanjutkan bekerja 2+1+3 = 6 tahun di Laboratorium 3 perusahaan, dan sekarang saya berakhir di sebuah perusahaan logistics! Begitulah kehidupan…

Jika sebelumnya saya menganalisa berapa kandungan protein, lemak, dan bakteri dalam susu, mencoba mencari tahu formula yang tepat untuk membuat pestisida, maka sekarang saya menganalisa berapa biaya dan waktu  yang diperlukan untuk mengirimkan sebuah excavator misalnya, dari Jakarta atau dari sebuah daerah yang tidak terbayang  lokasinya ke daerah lain yang bahkan google pun kesulitan menemukannya.

Hingga ketika ada kesempatan bersua dengan sesama perantauan asal SMAK Makassar di Jabodetabek, ketika yang lain bercerita mengenai seputar analisa laboratorium, saya hanya mampu membayangkan dan mengingat-ingat beberapa prosedurnya. Sungguh terkadang masih rindu hati ini mengenakan jas laboratorium, membuat larutan standard, mengencerkan sampel, menginject 50 microliter larutan sample ke HPLC atau GC,  membuat media agar steril, menghitung jumlah koloni bakteri dan jamur di cawan petri, membakar ose (yang saya sempat lupa namanya dan harus cari dulu di goggle), bahkan saya masih bisa mengingat manisnya aroma chloroform yang pernah dengan bodohnya saya pipet dengan menggunakan mulut alih-alih menggunakan bulf, bau potato dextrose agar, hingga bau tengik yang terbentuk dari koloni bakteri Salmonella ketika ditumbuhkan di media XLD.